Sudut
Kota Tarempa, foto oleh Novry Yonkz
Hujan diluar masih sangat deras dan langit di tanah
melayu tak berhenti menangis pada pagi itu, ya suatu pagi pada hari senin
tepatnya tanggal 17 Agustus 2015.
Begitu juga dengan hati ini sama seperti hujan di luar sana, mungkin lebih deras hujan di hati ini, bagaimana tidak hari itu menjadi hari terakhir aku memeluk Tarempa, memeluk Anambas, dan memeluk pulau perbatasan ini, tinggal hitungan jam maka aku akan melambaikan tangan meninggalkan pulau ini. Barang-barang sudah aku bereskan semua, sebagian barang juga harus dikirimkan melalui kantor pos, karena akan overload di bagasi pesawat nanti. Hanya kantor pos satu-satunya yang bisa aku andalkan di pelosok negeri ini, walaupun barang tiba di tujuan memakan waktu lebih dari satu bulan. Di dalam koper sudah terlipat rapi beberapa baju dan barang lainnya, tapi tidak dengan kenangan selama disini, tidak bisa kulipat rapi didalam sanubari ini, dia terus bergejelok dan memberontak hingga membuat perasaan pada pagi itu sangat terasa sakit akan sebuah perpisahan.
Begitu juga dengan hati ini sama seperti hujan di luar sana, mungkin lebih deras hujan di hati ini, bagaimana tidak hari itu menjadi hari terakhir aku memeluk Tarempa, memeluk Anambas, dan memeluk pulau perbatasan ini, tinggal hitungan jam maka aku akan melambaikan tangan meninggalkan pulau ini. Barang-barang sudah aku bereskan semua, sebagian barang juga harus dikirimkan melalui kantor pos, karena akan overload di bagasi pesawat nanti. Hanya kantor pos satu-satunya yang bisa aku andalkan di pelosok negeri ini, walaupun barang tiba di tujuan memakan waktu lebih dari satu bulan. Di dalam koper sudah terlipat rapi beberapa baju dan barang lainnya, tapi tidak dengan kenangan selama disini, tidak bisa kulipat rapi didalam sanubari ini, dia terus bergejelok dan memberontak hingga membuat perasaan pada pagi itu sangat terasa sakit akan sebuah perpisahan.
Setahun mengukir kisah, setahun berbagi kasih dan
setahun mencari pengalaman, bagaimana mungkin aku bisa melipat rapi kenangan di
pulau ini, pulau yang sangat indah, pulau yang sangat romantis dengan belaian
ombaknya. Bagi mereka penduduk pulau ini tentunya laut sudah menjadi pemandangan
biasa yaitu halaman rumah bagi mereka, tapi bagi aku seorang pendatang di sini
dan yang dibesarkan di lereng pegunungan tentunya laut halaman rumah mereka
menjadi suatu karya terindah ciptaan Allah yang pernah aku nikmati. Keindahannya
melebihi karya pelukis Leonardo Davinci dalam lukisannya monalisa, juga
melebihi rancangan desainer ternama Anna Avantie dalam rancangannya kebaya yang
anggun, melebihi karya siapapun keindahan pulau ini. Hamparan laut yang luas
bagai permadani biru yang terbentang di setiap tatapan mata, deretan
pulau-pulau kecil, gradasi warna laut dari biru tua, biru muda hingga warna
hijau. Tidak jauh dari pemukiman penduduk aku juga menemukan aquarium raksasa
yang berisi ribuan ikan hias serta warna-warna terumbu karang, itulah sejenak
kuceritakan tentang keindahan pulau ini.
Pop pooop............. Pop pooop ................Pop
pooop....
Itulah bunyi klakson KM.Bukit Raya yang sangat di
tunggu-tunggu oleh semua sahabat ku juga termasuk aku, ya sebuah kapal laut
dengan tujuan Tarempa-Tanjung Pinang dan akan membawa kami kembali ke Tanah
Rencong. Beragam raut wajah para sahabat ku, senang sedih bercampur semua, ada
banyak diantara mereka yang meneteskan air mata pada hari itu, karena
detik-detik perpisahan akan segera datang. Suasa pelabuhan Tarempa pada hari
ini tanggal 17 Agustus 2015 sungguh sangat berbeda dengan suasana pelabuhan
pada tanggal 9 September 2014 setahun yang lalu ketika kami pertama kali
menginjakkan kaki di pulau ini.
Perpisahan ini lebih romantis dibandingkan perpisahan yang kalian nonton di film-film
korea, sering kita temui seseorang mengantar kekasihnya kebandara dan
melambaikan tangan ketika pesawat lepas landas, singkat sekali bukan saat-saat
mendebarkan itu.....!!!!!
Kenapa aku mengatakan perpisahan ini lebih romantis,
ya karena kami pulang menggunakan kapal laut, para pengantar hanya dipelabuhan
menunggu kapal berangkat, dan kapal berangkat juga sangat lama menunggu
kesiapan anak buah kapal (ABK) dan memutar haluan kapal yang besar juga
membutuhkan waktu yang lumayan lama.
Waktu itu aku sengaja naik ke tingkat kapal paling
atas dan ingin menyaksikan bagaimana perpisahan mereka juga perpisahan aku,
para pengantar yang masih di pelabuhan enggan beranjak selama kapal belum
berlayar jauh, begitu juga dengan semua sahabatku mereka enggan masuk kedalam
kapal, mereka masih saja berdiri di teras luar dengan air mata dan lambaian
tangan. Aku tau banyak cinta yang mereka tinggalkan, banyak cerita yang belum
usai, banyak kasih yang mereka bagikan hingga para pengantar enggan beranjak
dari pelabuhan, sangat romantis bukan,,,,, sampai kota Tarempa terlihat seperti
botol kecil yang mengapung dilaut mereka masih memandang Pulau tersebut mereka
para guru SM3T...
Rasanya kurang indah suatu cerita tambah dibumbui
dengan masalah percintaan .... hm...hm...hm
Baiklah disini aku akan membernikan diri mengutip secuil
kisah cinta selama di pulau ini.
Banyak cinta yang kudapati di pulau ini, cinta mereka
para sahabat SM3T yang setiap saat menjadi tempat ku bersandar, cinta mereka
para siswa yang setiap hari mengukir senyuman di wajah ini, cinta mereka para
majelis guru yang setiap hari menjadi pendamping setia, cinta mereka para
keluarga di Tarempa yang telah tulus menganggap aku sebagai cucunya, anaknya,
adiknya, dan kakaknya, padahal aku bukan siapa-siapa mereka, aku hanyalah orang
asing disini, tapi itulah mereka yang sangat tulus mencintai aku.
Terakhir cinta yang sangat berbekas di hati ini, ketika
seorang pria dari pulau ini asli suku melayu menyatakan sesuatu kepada aku, dia
sangat tertarik ingin ke Aceh dan dan tertarik semua tentang Aceh termasuk
gadis Aceh. Dia menitipkan harapan kelak agar aku kembali ke tanah Melayu ini.
Mendengar pernyataan tersebut akupun sebagai seorang perempuan telah memberi
jawaban yaitu aku sebagai anak bungsu dengan kondisi orang tua yang sudah
sakit-sakit sangat tipis harapan untuk bisa kembali lagi kesini dan terakhir
dia hanya menjawab “ jika takdir membuat mu kembali tentu Allah memudahkan
jalannya” dia pun sebagai anak bungsu ingin melewati hari-hari disamping ibunya
dan tetap tinggal di pulau ini.
Semua yang dinyatakan tidak hanya omongan kosong
belaka, dia membuktikan semua kalau dia memang peduli dan menyayangi aku,
setiap ada kesulitan, butuh pertolongan dia selalu menjadi tepat sandaran,
entah bagaimana aku bisa membalas budi baiknya. Hingga sampai saat ini kami
berpisah, masih terjaga silaturrahmi dan komunikasi yang baik sebagai sehabat
diantara kami sembari menanti takdir terbaik dari sang Ilahi.
Pidie, Desember 2015
terus menulis mbak, semoga sukses !!
BalasHapusTerimakasih, msh proses melatih diri..
BalasHapuskeren ah, makin banyak anak BK yang nulis di blog
BalasHapusHehehe bisa aja dek...
BalasHapus