Pages

Minggu, 31 Januari 2016

Memeluk Tarempa

     Sudut Kota Tarempa, foto oleh Novry Yonkz

Hujan diluar masih sangat deras dan langit di tanah melayu tak berhenti menangis pada pagi itu, ya suatu pagi pada hari senin tepatnya tanggal 17 Agustus 2015.




Begitu juga dengan hati ini sama seperti hujan di luar sana, mungkin lebih deras hujan di hati ini, bagaimana tidak hari itu menjadi hari terakhir aku memeluk Tarempa, memeluk Anambas, dan memeluk pulau perbatasan ini, tinggal hitungan jam maka aku akan melambaikan tangan meninggalkan pulau ini. Barang-barang sudah aku bereskan semua, sebagian barang juga harus dikirimkan melalui kantor pos, karena akan overload di bagasi pesawat nanti. Hanya kantor pos satu-satunya yang bisa aku andalkan di pelosok negeri ini, walaupun barang tiba di tujuan memakan waktu lebih dari satu bulan. Di dalam  koper sudah terlipat rapi beberapa baju dan barang lainnya, tapi tidak dengan kenangan selama disini, tidak bisa kulipat rapi didalam sanubari ini, dia terus bergejelok dan memberontak hingga membuat perasaan pada pagi itu sangat terasa sakit akan sebuah perpisahan.


Setahun mengukir kisah, setahun berbagi kasih dan setahun mencari pengalaman, bagaimana mungkin aku bisa melipat rapi kenangan di pulau ini, pulau yang sangat indah, pulau yang sangat romantis dengan belaian ombaknya. Bagi mereka penduduk pulau ini tentunya laut sudah menjadi pemandangan biasa yaitu halaman rumah bagi mereka, tapi bagi aku seorang pendatang di sini dan yang dibesarkan di lereng pegunungan tentunya laut halaman rumah mereka menjadi suatu karya terindah ciptaan Allah yang pernah aku nikmati. Keindahannya melebihi karya pelukis Leonardo Davinci dalam lukisannya monalisa, juga melebihi rancangan desainer ternama Anna Avantie dalam rancangannya kebaya yang anggun, melebihi karya siapapun keindahan pulau ini. Hamparan laut yang luas bagai permadani biru yang terbentang di setiap tatapan mata, deretan pulau-pulau kecil, gradasi warna laut dari biru tua, biru muda hingga warna hijau. Tidak jauh dari pemukiman penduduk aku juga menemukan aquarium raksasa yang berisi ribuan ikan hias serta warna-warna terumbu karang, itulah sejenak kuceritakan tentang keindahan pulau ini.

Pop pooop............. Pop pooop ................Pop pooop....
Itulah bunyi klakson KM.Bukit Raya yang sangat di tunggu-tunggu oleh semua sahabat ku juga termasuk aku, ya sebuah kapal laut dengan tujuan Tarempa-Tanjung Pinang dan akan membawa kami kembali ke Tanah Rencong. Beragam raut wajah para sahabat ku, senang sedih bercampur semua, ada banyak diantara mereka yang meneteskan air mata pada hari itu, karena detik-detik perpisahan akan segera datang. Suasa pelabuhan Tarempa pada hari ini tanggal 17 Agustus 2015 sungguh sangat berbeda dengan suasana pelabuhan pada tanggal 9 September 2014 setahun yang lalu ketika kami pertama kali menginjakkan kaki di pulau ini.

Perpisahan ini lebih romantis dibandingkan  perpisahan yang kalian nonton di film-film korea, sering kita temui seseorang mengantar kekasihnya kebandara dan melambaikan tangan ketika pesawat lepas landas, singkat sekali bukan saat-saat mendebarkan itu.....!!!!!
Kenapa aku mengatakan perpisahan ini lebih romantis, ya karena kami pulang menggunakan kapal laut, para pengantar hanya dipelabuhan menunggu kapal berangkat, dan kapal berangkat juga sangat lama menunggu kesiapan anak buah kapal (ABK) dan memutar haluan kapal yang besar juga membutuhkan waktu yang lumayan lama.

Waktu itu aku sengaja naik ke tingkat kapal paling atas dan ingin menyaksikan bagaimana perpisahan mereka juga perpisahan aku, para pengantar yang masih di pelabuhan enggan beranjak selama kapal belum berlayar jauh, begitu juga dengan semua sahabatku mereka enggan masuk kedalam kapal, mereka masih saja berdiri di teras luar dengan air mata dan lambaian tangan. Aku tau banyak cinta yang mereka tinggalkan, banyak cerita yang belum usai, banyak kasih yang mereka bagikan hingga para pengantar enggan beranjak dari pelabuhan, sangat romantis bukan,,,,, sampai kota Tarempa terlihat seperti botol kecil yang mengapung dilaut mereka masih memandang Pulau tersebut mereka para guru SM3T...

Rasanya kurang indah suatu cerita tambah dibumbui dengan masalah percintaan .... hm...hm...hm
Baiklah disini aku akan membernikan diri mengutip secuil kisah cinta selama di pulau ini.
Banyak cinta yang kudapati di pulau ini, cinta mereka para sahabat SM3T yang setiap saat menjadi tempat ku bersandar, cinta mereka para siswa yang setiap hari mengukir senyuman di wajah ini, cinta mereka para majelis guru yang setiap hari menjadi pendamping setia, cinta mereka para keluarga di Tarempa yang telah tulus menganggap aku sebagai cucunya, anaknya, adiknya, dan kakaknya, padahal aku bukan siapa-siapa mereka, aku hanyalah orang asing disini, tapi itulah mereka yang sangat tulus mencintai aku.

Terakhir cinta yang sangat berbekas di hati ini, ketika seorang pria dari pulau ini asli suku melayu menyatakan sesuatu kepada aku, dia sangat tertarik ingin ke Aceh dan dan tertarik semua tentang Aceh termasuk gadis Aceh. Dia menitipkan harapan kelak agar aku kembali ke tanah Melayu ini. Mendengar pernyataan tersebut akupun sebagai seorang perempuan telah memberi jawaban yaitu aku sebagai anak bungsu dengan kondisi orang tua yang sudah sakit-sakit sangat tipis harapan untuk bisa kembali lagi kesini dan terakhir dia hanya menjawab “ jika takdir membuat mu kembali tentu Allah memudahkan jalannya” dia pun sebagai anak bungsu ingin melewati hari-hari disamping ibunya dan tetap tinggal di pulau ini.

Semua yang dinyatakan tidak hanya omongan kosong belaka, dia membuktikan semua kalau dia memang peduli dan menyayangi aku, setiap ada kesulitan, butuh pertolongan dia selalu menjadi tepat sandaran, entah bagaimana aku bisa membalas budi baiknya. Hingga sampai saat ini kami berpisah, masih terjaga silaturrahmi dan komunikasi yang baik sebagai sehabat diantara kami sembari menanti takdir terbaik dari sang Ilahi.




Pidie, Desember 2015

4 komentar:

 

BIMBINGAN KONSELING

PENDIDIKAN

SM3T

UNIVERSITAS SYIAH KUALA

PPG UNESA

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA